Headlines
Loading...
images


Ketika semua terlelap, menghapus lelah, mengumpulkan energi yang telah terkuras habis kala mentari terik. Sunyi menyelimuti, sepi menjadi identitas mutlak gelapnya malam. Angin semilir yang tak nyaman menerpa tubuh. Menghela setiap inci kulit, memaksa untuk merasakan ngilunya kelamnya malam.

Aku berada disini. Menghapus air mata yang terus menetes mengalir sendu di pipi yang lembab. Setiap langkah yang kulangkahkan tak ada artinya. Berusaha terus melangkah melupakan setiap kemungkinan yang tak ingin aku alami. Tetesan air lain mengenai keningku. Lalu di lengan, lanjut di pipi. Oh ini bukan air mata ku!  Ini...  Hujan?  Ya ini hujan.


Baca juga : pengalaman mendapat 1 juta asli lewat aplikasi


Kenapa hujan harus turun sekarang. Merusak setiap kenangan yang aku ingat. Merubahnya menjadi semakin kelam. Tapi tunggu! Terima kasih hujan. Setidaknya aku tak usah mengusap air mata di pipi. Karena hujan mampu menutupinya. Kini ku semakin menjadi, air mata kian deras menetes. Menuntun setiap kenangan indah yang telah sirna.

Aku suka hujan. Karena setiap tangisku tak ada yang tau.  Aku masih terlihat baik-baik saja meskipun air mata mengalir deras. Aku hanya cukup menyunggingkan bibir hingga orang tau bahwa aku sedang bahagia.

Aku masih tetap berdiri. Di tengah jalan yang sepi. Berada tepat di garis putih dengan kepala mendongak keatas. Membiarkan hujan menerpa wajah sekenanya. Berharap air mata. Terus terang saja aku telah kalah dalam kehidupan ini. Aku telah mundur sebelum waktunya. Aku telah mengibarkan bendera putih sebelum semua selesai.

Tapi mungkin ini yang terbaik. Ini memang yang terbaik.
Langit mulai enggan meneteskan air bah nya. Oh hujan kenapa kau pergi secepat itu. Aku masih belum puas menangis. Dan kenapa kau?  Kau semburat merah di ujung timur. Kenapa kau muncul secepat itu. Membuatku harus meng akhiri setiap lamunan kelamku. Tapi mungkin ini sudah cukup. Aku akan pulang. Dan memulai semua dari awal.

0 Comments: